Senin, 21 Desember 2015

Nama                   : Yeni Nur Indah Sari
Kelas          : 3EB21
Matkul       : Bahasa Indonesia 2#

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan penerimaan Negara yang utama dan memiliki, dan bersifat elastic dan dapat terus-menerus  di perbaharui sesuai dengan kondisi yang ada serta penerimaan yang terbatas.
Setiap warga Negara yang bertempat tinggal di Indonesia yang berpenghasilan baik di dalam Negri maupun di luar Negri, wajib membayar pajak penghasilan. Seperti dalam PT.Mandiri Pratama ini, perusahaan juga telah membayarkan pajak penghasilan pada karyawannya kepada Negara khususnya pajak penghasilan pasal 21 (PPh pasal 21). Pajak yang di pungut oleh pemerintah pusat dan pelaksanaannya di lakukan oleh direktorat Jendral pajak di bawah nangungan departemen  keuangan, dan hasil dari pemasukkan pajak ini akan di masukkan ke dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).
Sekarang ini seiring dengan waktu, pajak merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat. Perencanaan perdagangan bebas (free trade) membawa konsekuensi pula dalam perpajakan, dan sisi yang di soroti adalah hukum pajak yang juga disebut huku fiscal yaitu keseluruhan dari peraturan yang meliputi kewenangan pemerintah untuk memungut pajak.
Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 ini merupakan pajak penghasilan yang di kenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan dan pembayaran-pembayaran lainnya dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan-kegiatan yang di lakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam Negri.
Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21  pemotong pajak. Pajak penghasilan yang di potong oleh pemotong pajak dapat di jadikan kredit atas pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun. Dasar hokum yang berkenaan dengan pengenaan pajak penghasilan pasal 21 ini adalah No.137/PMK.03/2005. Tentang penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dan keadaan permasalahan yang terjadi di PT.Mandiri Pratama ini adalah keadaan yang menggunakan PTKP lama (No17 tahun1994), yang terlalu tinggi nilainya.
Dari iuran singkat di atas penulis mengajukkan judul “ANALISA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PT.MADIRI PRATAMA”

1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
Dari latar belakang, di buat rumusan sebagai berikut pada tahun 2005. Bagaiman perhitungan PPh pasal 21 perorangan pada PT.Mandiri Pratama.
Batasan masalah yang di ambil adalah mengenai perhitungan PPh pasal 21 atas gaji bulanan  PT.Mandiri Pratama pada tahun 2005.

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perhitungan pajak penghasilan pasal 21 yang dihitung olrh PT.Mandiri Pratama sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku saat ini.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dari penulisan ini adalah sebagai berikut ini :
1.      Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia akademis ataupun badan yang memerlukan informasi mengenai penelitian ini
2.      Dengan adanya penelitian pada PT.Mandiri Pratama maka di harapkan perusahaan tersebut dapat menghitung PPh seluruh karyawan dengan PPh pasal 21 yang berlaku saat ini

1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Objek Penelitian
Penulis mengambil objek penelitian, yaitu pada PT.Mandiri Pratama yang berlokasi di JL Pahlawan No.7 Bekasi

1.5.2 Data/variable
Data yang dibutuhkan oleh penulis untuk membuat penulisan ilmiah ini adalah data-data gaji karyawan dan staff pada tahun 2005 yang masih menggunakan perhitungan pajak penghasilan pasal 21 yang menggunakan PTKP yang lama (No.17 tahun1994).
1.5.3 Metode Pengumpulan Data
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi dan interview langsung pada karyawan PT.Mandiri Pratama dan menggunakan beberapa cara yaitu :
1. Study Kepustakaan
Menggunakan buku-buku yang relevan akan di bahas dalam penulisan ilmiah ini dan dari situs web.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori
Sebenarnya pajak sudah ada sejak dahulu tetapi hanya caranya saja yang berbeda, seperti mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan Negara. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natural maka ia wajib melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum dalam beberapa hari yang lamanya dalam satu tahun. Akan tetapi seiring dengan laju perkembangan zaman pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa kemasa, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan Negara, baik di bidang keegaraan maupun di bidang lainnya seperti sosial, ekonomi, dan budaya/pemungutan pajak tidak lagi bersifat sukarela akan tetapi sudah menjadi suatu keharusan bagi seluruh warga Negara yang telah mempunyai penghasilan. Sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku saat ini yang di atur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan dan penyesuaian jumlah PTKP yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2006 yaitu No.137/PMK.03/2005.

2.1.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat di paksa) terhitung oleh yang berkewajiban membayarnya menurut peraturan perundang-undangnya dan tidak mendapat kembali, yang langsung di tunjukan dan di gunakan adalah membiayai pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas-tugas pemerintahan.
Pajak adalah prestasi pemerintah yang terhitung melalui nama-nama umum yang dapat di paksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang di tunjukan dalam hal yang individu maksudnya adalah membiayai pengeluaran pemerintah.
2.1.2 Istilah-Istilah yang Di gunakan PPh Pasal 21
- Wajib Pajak adalah orang pribadi, badan atau organisasi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan di tentukan untuk melakukan kewajiban, termasuk pemungutan pajak atau pemungutan pajak tertentu.
- Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan  takwim kecuali di tetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
- Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim kecuali wajib pajak  menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim          
- Surat Paksa adalah surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan UU No.19 Tahun1959, tentang penagihan pajak Negara dengan suatu paksaan (lembaran Negara tahun1959 No.63, tambahan lembaran Negara No.1850).
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang di pergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak sebelum memenuhi kewajiban dalam perpajakan, wajib pajak harus sudah memenuhi NPWP.
- Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPT) adalah surat wajib pajak yang di gunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terhutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Surat Pemberitahuan Massa adalah surat wajib pajak yang di gunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terhutang dalam suatu massa pajak atau pada suatu saat.
- Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat wajib pajak yang di gunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.
- Surat Setoran Pajak adalah surat wajib pajak yang di gunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang ke kas Negara atau ketempat pembayaran lain yang di tetapkan oleh Menteri Keuangan.
- Surat Tagihan Pajak adalah surat untk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan denda.
- Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan, berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Lebih Bayar (SKLB), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
- Surat Peberitahuan adalah surat pemberitahuan kepada wajib pajak bahwa jumlah pajak yang terhutang sama besar dengan jumlah pajak yang sudah di bayar

2.1.3 Wajib Pajak PPh Pasal 21
1.      Pejabat Negara
2.      Negeri Sipil (PNS)
3.      Pegawai
4.      Pegawai Tetap
5.      Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri
6.      Pegawai Lepas
7.      Pegawai Pensiun
8.      Penerima Honorarium
9.      Penerima Upah

2.1.4 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21
2.1.4.1 Hak Wajib Pajak PPh Pasal 21
1.      Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak
2.      Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada dirjen pajak jika PPh Pasal 21 yang di pungut tidak sesuai dengan yang berlaku dalam jangka waktu 3 bulan sesudah tanggal pemotongan
3.      Wajib Pajak mengajukan permohonan banding secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatan yang di tetapkan oleh dirjen pajak


2.1.5 Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21
1.      Wajib Pajak kewajiban menyerahkan surat pernyataan tertulis tentang jumlah tanggungan keluarganya
2.      Menyerahkan surat pernyataan dalam hal ada perubahan jumlah tanggungan keluarganya pada permulaan tahun takwim
3.      Wajib Pajak kewajiban memasukkan SPT tahunan, jika mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja

2.1.6 Pemotong Pajak PPh Pasal 21
Berikut ini termasuk Pemotong Pajak PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
1.      Pemberi kerja terdiri dari orsng pribadi dan badan
2.      Bendahara pemerintah yang membayarkan gaji, upah honorarium dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
3.      Dan Pensiun, PT.Taspen, PT.Jamsostek, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja lainnya dan badan lain yang membayar uang pensiun ataupun tunjangan hari tua
4.      Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap yang membayar honorarium sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaannya yang di lakukan oleh orang pribadi dengan status wajib pajak luar negeri
5.      Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap yang membayar honorarium sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa termasuk tenaga ahli dan status wajib pajak dalam negeri
6.      Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, dll) lembaga-lembaga kepanitian, asosiasi ataupun perkumpulan- perkumpulan dalam bentuk apapun dalam segala kegiatan pembayar gaji, upah honor atau imbalan dengan nama apapun  sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang di lakukan oleh orang pribadi
7.      Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap yang membayarkan honorarium atau imbalan kepada peserta pendidikan, pelatihan, pemagangan
8.      Penyelenggara kegiatan (pemerintah maupun perkumpula-perkumpulan pribadi yang menyelenggarakan kegiatan) yang membayar honor, hadiah ataupun penghargaan dalam bentuk apapun kepada WPOP dalam negri berkenaan dalam suatu kegiatan

2.2.1 Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21
2.2.1.1 Hak-Hak Pemotong Pajak PPh Pasal 21
1.      Pemotong Pajak berhak untuk mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan PPh Pasal 21. Pengajuan permohonan di lakukan selambat-lambatnya tanggal 31 maret tahun takwim berikutnya
2.      Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahunan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan berikutnya dengan tahun takwim yang bersangkutan
3.      Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahunan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu di lakukan perhitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, maka di perhitungkan untuk bulan-bulan yang lainnya dalam tahun berikutnya
4.      Pemotong Pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan melakukan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terhutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, Bagian tahun pajak atau tahun pajak  syarat di Rektur Jendral Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan
5.      Pemotong Pajak untuk mengajukan surat keberatan kepada di Rektur Jendral Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bajar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil
Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dengan badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh dirjen pajak, di lakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan di terima, di lampiri dengan salinan surat keputusan tersebut

2.2.1.2 Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21
1.      Pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak setempat
2.      Pemotong pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang di perlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak setempat
3.      Pemotong pajak wajib menghitung, memotong dan menyetor PPh Pasal 21 terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran pajak di lakukan dengan surat setoran pajak (SSP) kekantor pos atau ke bank BUMN atau bank BUMD atau bank-bank lain yang di tunjuk oleh dirjen anggaran, selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan takwim selanjutnya
4.      Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 sekalipun nihil dengan menggunakan surat pemberitahuan terhutang (SPT) masa kekantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak setempat, selambat-lambatnya 20 bulan takwim selanjutnya
5.      Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik di minta maupun tidak pada saat di lakukan pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pension, penerima jaminan hari tua, penerima pesangon, dan penerima dana pension
6.      Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pension bulanan dengan menggunakan formulir yang di tentukan oleh Dirjen Pajak dalam waktu 2 bulan setelah 5 tahun takwin terakhir. Apalagi pegawai tetap tersebut berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan di berikan selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pension
7.      Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim terakhir, pemotong wajib pajak menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terhitung oleh pegawai tetap dan penerima pension bulanan tariff sebagaimana di maksud dalam pasal 17 UU No.7 tahun1983 sebagaimana  telah di ubah terakhir dengan UU Pajak No.17 tahun2000
8.      Pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT tahunan PPh Pasal 21 kekantor pelayanan pajak tempat pemotongan pajak terdaftar atau kantor penyuluhan pajak setempat. SPT tahunan PPh Pasal 21 tersebut harus di sampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 maret bulan takwim berikutna. Apalagi pemotong pajak adalah badan, maka SPT tahunan PPh pasal 21 harus di tandatangani oleh pengurus atau direksi, dan di isi oleh orang selain pemotong pajak terdaftar, maka SPT tersebut harus di lampiri dengan surat kuasa khusus
9.      Pemotong pajak wajib melampiri SPT tahunan PPh Pasal 21 dengan lampiran-lampiran yang di tentukan dengan petunjuk pengisian SPT tahunan PPh Pasal 21 untuk tahun pajak yang bersangkutan
10.  Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh Pasal 21 yang terutang apabila jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar daripada PPh Pasal 21 yang di setor. Penyetoran tersebut harus di lakukan sebelum penyampaian SPT tahunan PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 25 maret tahun takwim berikutnya


2.2.1.3 Objek Pajak PPh Pasal 21
Penghasilan yang di kenakan pemotongan PPh Pasal 21 adalah :
1.      Penghasilan yang di terima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pension bulanan, upah honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas) ataupun seluruh pemberian uang oleh pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan  nama apapun
2.      Penghasilan yang di terima atau diperoleh dengan tidak teratur seperti THR, bonus dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya di bayarkan sekali dalam setahun
3.      Upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan
4.      Uang tebusan pension, uang tabungan hari tua atau tunjangan hari tua (THT), uang pesangon, dan pembayaran lain sejenisnya
5.      Honor, uang saku hadiah atau penghargaan dengan nama dan bentuk apapun dan pembayaran lainnya sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaannya. Misalnya seperti tenaga ahli, pemain, musik, pemain film, olahragawan, pengajar, penasihat, petugas penjaga barang, distributor perusahaan multi level marketing atau direct selling ataupun pekerjaan sejenisnya, dll
6.      Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang di terima oleh pejabat Negara dan PNS
7.      Uang pension, dan tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang di terima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan anak-anaknya
8.      Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang di berikan oleh bukan wajib pajak

2.3.1 Pengurang-Pengurang PPh Pasal 21
Biaya pengurang di gunakan untuk menetapkan besarnya penghasilan kena pajak (PKP), jumlah semua penghasilan yang di terima atau di peroleh wajib pajak dalam satu tahun pajak dapat di kurangi dengan biaya yang di peroleh menurut UU Perpajakan.
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya adalah Rp1.296.000/tahun atau Rp108.000/bulan.
Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara uang pension  yang besarnya 5% dari penghasilan bruto berupa uang pension setinggi-tingginya Rp432.000/tahun atau Rp36.000/bulan.
Untuk keperluan perhitungan PPh Pasal 21, maka pertama kali harus di tentukan penghasilan bruto karyawan sebelum di ukur oleh pengurang-pengurang yang di perkenankan oleh UU yang berupa biaya jabatan, uang pension dan PTKP. Penghasilan neto adalah penghasilan bruto di kurangi biaya jabatan, iuran pension dan THT.
Untuk menetapkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah dengan cara mengurangi penghasilan bruto dikurangi penghasilan neto dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Besarnya PTKP yang di gunakan perusahaan menggunakan (PTKP lama) No.17 tahun1994 adalah sebagai berikut :
a.       Untuk wajib pajak pribadi pertahun                           Rp2.880.000
b.      Tambahn untuk WP yang menikah                             Rp1.440.000
c.       Tambahan istri bekerja                                                Rp2.880.000
d.      Tanggungan untuk setiap keluarga (max 3 orang)      Rp1.440.000
Adapun perhitungan yang baru sesuai dengan pengenaan pajak penghasilan No.137/PMK/2005. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak  (PTKP) di tentukan sebesar :
a.        Untuk wajib pajak pribadi pertahun                          Rp13.200.000
b.      Tambahn untuk WP yang menikah                             Rp  1.200.000
c.       Untuk WP yang mempunyai tanggungan
Anggota keluarga sedarah paling banyak 3 orang      Rp  1.200.000
d.      Untuk istri yang penghasilan di gabung
Dengan penghasilan suami pertahun                          Rp13.200.000

Dari kesimpulan di atas dapat di buat table perbandingan PTKP sebagai berikut :
Perbandingan PTKP
        Table 2.1
URAIAN
PTKP LAMA
PTKP BARU
Untuk wajib pajak
Rp 2.880.000
Rp 13.200.000
Tambahan wajib pajak kawin
Rp 1.440.000
Rp   1.200.000
Tambahan istri bekerja
Rp 2.880.000
Rp 13.200.000
Tambahan untuk setiap keluarga (max 3 orang)
Rp 1.440.000/orang
Rp   1.200.000/orang

2.3.2 Tarif Pajak dan Penerapannya
Tarif pajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketentuan dalam Pasal 21 UU Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :
Tarif pajak yang di kenakan atas karyawan adalah :
1.      < Rp50.000.000                                        = 5%
2.      Rp   50.000.000 s/d Rp 100.000.000        = 10%
3.      Rp 100.000.000 s/d Rp 200.000.000        = 15%
4.      > Rp 200.000.000                                     = 25%

1. Tarif berdasarkan Pasal 17 UU PPh, di terapkan atas penghasilan kena pajak dari :
a.       Pegawai tetap termasuk pejabat Negara atau PNS, anggota TNI/Polri, dewan komisaris, pejabat Negara, pegawai BUMN, BUMD
b.      Penerima pensiun yang di bayarkan secara bulan
c.       Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai
d.      Distributor perusahaan multi level marketing atau direct selling
Penghasilan kena pajak di hitung sebesar :
Bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan bruto di kurangi dengan :
a.       Biaya jabatan
b.      Iuran pension yang di bayarkan sendiri oleh pegawai kecuali THT, taspen dan THT  asabri
c.       Penghasilan tidak kena pajak
Bagi penerima pensiun yang di bayarkan secara bulanan adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi dengan :
a.       Biaya pension
b.      PTKP
Bagi pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai adalah sebesar penghasilan bruto di kurangi dengan PTKP
   PPh Pasal 21 = Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pasal 17 UU PPh

 
Bagi Distributor perusahaan multi level marketing atau direct selling badan kegiatan sejenis lainnya adalah penghasilan bruto lainnya adalah penghasilan bruto setiap bulan di kurangi dengan PTKP per bulan.

1.      Tarif berdasarkan Pasal 17 UU PPh, di terapkan atas penghasilan bruto berupa :
a.       Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan jasa atau kegiatan yang di perlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang di berikan
b.      Honorarium yang di terima atau di peroleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama
c.       Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang di terima atau di peroleh mantan pegawai
d.     
PPh Pasal 21 = Penghasilan Bruto x Tarif Pasal 17 UU PPh

 
Penarikan dana pada dana pension yang pendiriannya telah di sahkan oeleh Menteri Keuangan, oleh peserta program pension

2.      Tarif sebesar 15% di tetapkan atas perkiraan penghasilan neto yang di bayarkan atau terutang kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, dll), besarnya perkiraan penghasilan netto adalah 50% dan penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
                                                              PPh Pasal 21 = (Penghasilan Bruto x 5%) x 15%
 
 


3.     
       PPh Pasal 21 sehari = (Penghasilan Bruto Sehari – Rp24.000) x 15%
 
Tarif sebesar 5% di terapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 24.000,- sehari tetapi tidak melebihi Rp 240.000,- dalam satu bulan takwim dan tidak di bayarkan secara bulanan.

2.3.3 Sanksi-Sanksi dalam PPh Pasal 21
Sanksi-sanksi perpajakan merupakan kawinan bahwa ketentuan peraturan UU Perpajakan dapat di patuhi Wajib Pajak tidak melanggar norma Perpajakan. Sanksi-sanksi perpajakan pada PPh pasal 21 di bagi menjadi 2 bagian :
1.      Sanksi Administrasi
Sanksi yang di terapkan UU kepada wajib pajak, sanksi yang dikenakan pada sanksi administrasi ini adalah :
a.       Denda Administrasi
Denda sebesar Rp 50.000,- Pasal 7 UU ketentuan umum perpajakan di lakukan sendiri oleh pemotong pajak dengan surat setoran pajak tersendiri
b.      Bunga
Dalam Pasal 8 ayat 2 dan Pasal 19 ayat 3 UU ketentuan perpajakan jika pajak terhutang menurut SPT tahunan lebih besar daripada pajak terhutang, maka selisihnya (kekurangan pajak yang masih harus di setor) di kenakan sanksi berupa bunga sebesar 2%
c.       Kenaikan SKPKB dengan sanksi administrasi berupa kenaikan 100%

2.      Sanksi Pidana
Sanksi ini yang di terapkan UU kepada Wajib Pajak karena Wajib pajak melakukan tindak pidana.
2.4.1 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak harus sederhana, sehingga akan memindahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perbulannya. System pemungutan pajak di Indonesia adalah sebagai berikut :
a.      Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terhitung oleh wajib pajak
b.      Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang pada wajib pajak untuk menghitung, membayar, melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus di bayar
c.       With holding system
Adalah suatu sistem pemungutan yang wewenang kepada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak

2.4.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21
Penghasilan Kena Pajak di hitung selama satu tahun pajak, secara umum wajib pajak dapat menghitung dan dapat melunasi pajak penghasilan melalui 2 cara :
1.      Pada saat pelunasan tahun berjalan, yaitu pelunasan pajak dalam Masa Pajak yang meliputi :
a.       Pembayaran sendiri oleh wajib pajak
b.      Pembayaran pajak melalui orang atau badan swasta maupun pemerintah


2.      Pada saat pelunasan pajak sesudah akhir tahun, di lakukan dengan cara :
a.       Membayar pajak yang kurang di setor berdasarkan surat ketetapan pajak yang di terapkan oleh Dirjen Pajak apabila jumlah PPh terhutang tidak benar
b.      Membayar pajak yang kurang di setor yaitu dengan menghitung sendiri jumlah pajak yang di kurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang bersangkutan

2.5.1 Kajian Penelitian Sejenis
Dalam pembuatan penulisan ilmiah ini, penulis menggunakan referensi penulisan ilmiah terdahulu dan memperoleh keterangan di antaranya :
1.      Nama         : Meinita Dirgantari/121201237/2005
Judul   : Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh 21) atas penghasilan pegawai pada RS.Pertamina Jaya
Penghasilan pegawai sebulan di kenakan biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan nilai maximal, yaitu Rp108.000,- sebulan dan Rp1.296.000,- setahun. Pengurangan berupa iuran pension yang di kehendaki oleh setiap pegawai. Pengurangan berupa PTKP yang baru adalah Rp12.000.000,-, untuk karyawan yang pribadi Rp13.200.000,-, untuk karyawan yang menikah dan mempunyai tanggungan 1 orang (k/1) sebesar Rp15.600.000,-, untuk karyawan menikah dan mempunyai tanggungan 2 orang (k/2) sebesar Rp16.800.000,-, dan untuk karyawan menikah dan mempunyai tanggungan 3 orang (k/3) sebesar Rp18.000.000,-, untuk perhitungan PTKP ini maximal tanggungan di setiap keluarga adalah 3 orang.
2.      Nama         : Maya Oktariani/202002974/2005
Judul   : Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh 21) untuk karyawan tetap pada PT.Tunas Bola
Berdasarkan penerapan perhitungan pajak penghasilan (PPh 21) yang di lakukan perusahaan ini adalah PPh Pasal 21 perbulan untuk perhitungan perusahaan lebih besar dari perhitungan pajak menurut buku pedoman pajak dan UU pajak yang baru. Perbedaan ini di karenakan perusahaan belum menerapkan perhitungan UU pajak yang baru.
3.      Nama         : Kurniati Ningsih
Judul   : Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh 21) pada PT.Intom
Terdapat selisih lebih dari yang seharusnya terhutang yang perlakuannya oleh perusahaan adalah dengan cara di kompensasikan dengan pajak lain yang masih terhutang pada masa pajak berikutnya. Karena peraturan perpajakan selalu berubah, maka itu sebaiknya perusahaan selalu mengikuti perkembangan perubahan perundang-undangan perpajakan

2.5.2 Format Perhitungan PPh Pasal 21
Gaji pokok                                          xxx
Tunjangan jabatan                               xxx
Premi asuransi kecelakaan kerja          xxx
Penghasilan bruto                                                                    xxx
Biaya jabatan (5% x penghasilan bruto)
Max (Rp108.000)                                                                    xxx
Penghasilan neto sebulan                                                        xxx
Penghasilan neto setahun
(neto sebulan x 12)                                                                  xxx


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Data dan Profil Perusahaan
3.1.1 Sejarah Perusahaan
PT.Mandiri Pratama adalah perusahaan yang bergerak di bidang konveksi pakaian. Perusahaan ini di dirikan oleh Ny.Shinta dan suaminya Bapak Surya pada tahun 1990, tepatnya tanggal 31 November 1990, yang beralamatkan di jalan Pahlawan No.7 Bekasi, Jawa Barat.
Awal dari berdirinya perusahaan ini adalah dari hobby yang di miliki oleh Ibu Shinta yaitu mendesaian baju dan menjahitnya sendiri yang akhirnya berujung pada sebuah mata pencarian Bapak Surya dan istrinya. Usaha bapak Surya ini berawal dari 8 karyawan dan dengan modal pertama sebesar Rp.50.000.000,00-, 4 mesin jahit, 2 mesin obral, 1 mesin bordir, 2 setrika listrik, 1 mesin lubang kancing, dan 1 mesin pasang kancing. Dengan bermodalkan keyakinan dan semangat yang tinggi bapak Surya memulai usahanya ini dan berdirilah PT.Mandiri Pratama ini. Sekarang setelah 15 tahun lebih usaha bapak Surya menjadi maju pesat, dan karyawannya pun sudah bertambah menjadi 15 karyawan yang mempunyaai tugas masing-masing, satu menjadi pimpinan perusahaan, dan sudah mempunyai struktur keorganisasian perusahaan tersebut.
Pelaksanaan kegiatan produksi perusahaan tersebut hingga saat ini berjalan dengan baik, hal ini dapat di buktikan dengan meningkatnya jumlah pesanan dari hari kehari. Karena kualitas barang yang di berikan oleh PT.Mandiri Pratama ini tidak kalah bagus dari kualitas barang-barang yang berada di mall atau pusat pertokoan ternama.
Untuk melaksanakan kegiatan perusahaan di perlukan adanya pembagian kerja teratur, sehingga terciptanya hubungan kerja serta wewenang dan tanggung jawab yang tertata rapih. Dengan adanya struktur organisasi di dalam perusahaan koveksi tersebut dapat kita lihat dengan jelas mengenai hubungan kerja, wewenang, dan tanggungjawab dari tiap-tiap bagian yang ada.
Pimpinan Perusahaan
 
                        Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT.Mandiri Pratama
Bagian Pengepakan
 
Bagian Menjahit Bahan
 
Bagian Menjahit  Bahan
 
Bagian Pemotongan Bahan
 
Bagian Menyatukan Bahan
 
                       



Sumber: PT.Mandiri Pratama
Adapun tugas, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut:
1.      Pimpinan Perusahaan: bertugas untuk mengawasi pengeluaran dan pemasukkan, uang perusahaan mengawasi pekerjaan karyawan dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup perusahaan konveksi tersebut.
2.      Bagian pemotongan bahan: bagian ini bertugas untuk mengukur dan memotong bahan menjadi bagian-bagian baju dengan model serta ukuran-ukuran yang berbeda.
3.      Bagian menyatukan bahan: bagian ini bertugas untuk menyatukan bahan-bahan yang telah di potong menjadi bagian-bagian baju oleh bagian pemotong bahan dan mempersiapkan yang telah di satukan agar siap untuk dijahit
4.      Bagian menjahit bahan: bagian ini bertugas untuk menjahit bagian-bagian yang telah di satukan oleh penyatuan bahan, bagian ini mempunyai tugas untuk memasang resleting, kancing, sampai dengan finishing pakaian tersebut.
5.      Bagian pengepakan bahan: bagian ini bertugas untuk mengepakan barang atau pakaian yang telah selesai di jahit dan siap untuk di jual.
Agar kegiatan produksi berjalan dengan lancer dan baik, maka di buat urut-urutan kegiatan proses dari bahan mentah sampai dengan jadi bahan pakaian.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad Tjahjono, Mahagiyani, “Perpajakan Indonesia”, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2001.
Gunadi,”Akuntansi Pajak”, Jakarta, PT.Grasindo, 1997
Mardiasmo,”Perpajakan Edisi Revisi”, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2003
Neltje F.Katuuk,”Hukum Pajak dam Perpajakan”, Jakarta, Universitas Gunadarma, 1993
Waluyo, Wirawan B Ilyas,”Perpajakan Edisi Revisi”, Jakarta, Salemba Empat, 2003
www.google.com  ”Undang-Undang Perpajakan Tshun 2006”, Jakarta, 1 Agustus 2006 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar